Tampilkan postingan dengan label Kimia Material. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kimia Material. Tampilkan semua postingan

Jumat, 04 April 2008

Material Termoelektrik


Dengan membentuk silikon menjadi struktur nano yang diskrit, para ilmuwan telah berhasil untuk mengubah suatu elemen yang merupakan material termoelektrik yang buruk menjadi material termoelektrik yang menjanjikan. Hasil ini dapat memberikan suatu material yang relatif murah, dan menghasilkan energi yang mengubah panas yang terbuang menjadi listrik.

Material termoelektrik mengubah gradien temperatur menjadi tegangan, dan sebaliknya. Jika satu ujung dari material panas dan lainnya dingin, tegangan akan dihasilkan. Tegangan inilah yang kemudian dapat diubah menjadi tenaga listrik. (Lihat gambar muka: Penggambaran dari karbon nano silikon dihubungkan antara dua lempeng)

Sebuah material yang memiliki sifat termoelektrik yang baik harus merupakan konduktor listrik yang baik dan konduktor panas yang buruk. Karena silikon ruah memiliki sifat konduksi yang baik untuk listrik dan panas, para ilmuwan telah menggolongkan silikon sebagai material termoelektrik yang buruk. Dua tim penelitian independen yang berbeda kini telah menemukan bahwa bahwa dengan pengaturan struktur nano dari silikon, mereka dapat mengurangi konduktivitas termalnya. Akibatnya material silikon dapat digunakan sebagai bahan termoelektrik (Nature 2008, 451, 163 and 168).

Sebuah kelompok penelitian yang dikepalai oleh Peidong Yang dari University of California, Berkeley dan kelompok penelitian lain yang dikepalai oleh James R. Heath dari Caltech menemukan bahwa kabel nano dari silikon memiliki efisisensi termoelektrik yang dapat dibandingkan dengan material termoelektrik komersial yang terbaik. Menurut Heath, pengaturan struktur nano merupakan cara efektif untuk mengurangi gelombang penularan panas, atau phonon, dari sebuah material sehingga dapat meningkatkan efisiensi termoelektriknya.

"Silikon merupakan salah satu elemen yang meruah, dan telah ada infrastruktur bernilai multi biliun dolar untuk mendukung biaya murah dan proses efektif dari pengembangan ini", ujar Yang. Dibandingkan dengan material termoelektrik komersial yang terbaik seperti Bi2Te3, silikon memiliki keunggulan dari segi biaya, proses, dan lingkungan.

Silikon yang termoelektrik dapat diintegrasi dengan mudah ke dalam sistem berbasis silikon lainnya. Heath mengatakan, "Dengan material termoelektrik yang dapat merubah panas yang terbuang oleh mikroprosesor dan diintegrasikan langsung ke dalam proseseor tersebut dapat memberikan kegunaan yang amat besar". Sebagai contoh, baterai komputer laptop mudah panas, dan Heath mengatakan "Sumber panas ini dapat menjadi potensi yang dapat diambil kembali".

Baik Yang dan Heath mengatakan bahwa pekerjaan rekayasa dibutuhkan sebelum kabel nano silikon yang bersifat termoelektrik dapat digunakan sebagai aplikasi praktis. Namun, Mercouri G. Kanatzidis, seorang ahli termoelektrik di Northwestern University mempercayai bahwa kita berada dalam jalur yang benar. "Hal ini mengkonfirmasi rasa yang tumbuh dalam komunitas ilmuwan bahwa penstrukturan nano dari material akan memberikan peningkatan signifikan dari performa termoelektrik", ia berujar.

Kamis, 03 April 2008

Batang Cahaya dan Luminesensi Kimia


Pernah mengunjungi konser musik dimana orang-orang memegang batang cahaya yang digerakkan seiring dengan irama musik? Pengunjung dalam jumlah ribuan membawa batang cahaya atau memakai gelang dan kalung yang berpendar. Cahaya yang dipancarkan umumnya hijau, namun warna lainnya dapat dilihat pula. Cahaya yang diberikan oleh benda ini dikenal sebagai "cahaya dingin" atau luminesensi kimia sebagai hasil dari reaksi kimia.

Batang cahaya terdiri dari tabung kaca kecil yang dibungkus tabung plastik. Tabung kaca kecil ini mengandung H2O2 (hidrogen peroksida). Tabung luar mengandung ester fenil oksalat dan pewarna. Dengan membengkokkan tabung plastik, tabung kaca akan pecah dan melepas H2O2. Peroksida iniakan bereaksi dengan fenil oksalat, menghasilkan fenol dan karbon dioksida. Energi dari reaksi ini ditransferkan ke pewarna, yang akan teraktifasi dan memberikan cahaya, seperti yang ditunjukkan pada persamaan (1) :

Dalam luminesensi kimia, energi yang dipakai untuk mengeksitasi elektron diperoleh dari pengaturan kembali secara kimia dari atom atom untuk membentuk molekul baru dengan ikatan baru. Ketika elektron dalam atom-atom menjadi tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi, elektron dalam molekul menjadi tereksitasi pula ke tingkat energi yang lebih tinggi dengan menyediakan energi pula. Atom akan melepaskan energi berupa cahaya ketika elektron kembali ke tingkat energi yang lebih rendah, hal yang sama terjadi pula pada molekul. Tingkat energi pada molekul berbeda dengan tingkat energi atom. Karena tidak ada panas yang dihasilkan, energi yang diberikan sebagai bentuk cahaya ini sering disebut "cahaya dingin".

Batang cahaya yang menyala dalam gelap bukan satu-satunya kegunaan dari luminesensi kimia molekuler. Sebagai contoh, ini juga digunakan untuk mendeteksi konsentrasi NO (nitrat oksida) di atmosfer, dimana NO adalah hasil dari pembuangan mesin. Sampel udara diinjeksikan ke dalam mesin pembakaran, dimana NO bereaksi dengan O3 (ozon). NO2 akan dihasilkan dalam bentuk tereksitasi dan melepaskan fotonnya atau energi cahaya. Sebuah instrumen yang disebut tabung photomultiplier mendeteksi cahaya ini dan mengamplifikasinya untuk memberikan bacaan sinyal yang dapat terukur. Karena 1 mol NO menghasilkan 1 mol NO2, cahaya yang diemisikan sebanding dengan konsentrsi NO2 yang terbentuk dan jumlah awal dari NO.

* Keadaan tereksitasi dari NO2

Satu eksperimen yang dapat dicoba di rumah adalah menempatkan satu ujung dari batang cahaya dalam bak air dingin dan ujung lain di bak air hangat. Maka perbandingan cahaya pada suhu yang berbeda untuk reaksi luminesensi dapat diamati. Cahaya dingin dapat pula dibuat dengan luminol, reagen lain yang dapat bereaksi dengan H2O2

Mekanisme Ledakan Bom


Beberapa waktu lalu di berbagai media massa, baik elektronik maupun cetak, sering bermunculan kasus peledakan bom di Indonesia. Barangkali kita masih ingat dengan nama Imam Samudra atau Amrozi. Sosok yang namanya melejit pasca peledakan Bom Bali I dan II ini sempat menjadi momok yang menakutkan. Kasus peledakan bom sering kali dikaitkan pada kedua sosok ini.

Namun, tahukah kita bagaimana proses tejadinya ledakan bom ini? Mengapa bisa timbul ledakan?

Tulisan ini tidak bermaksud mengajarkan pembaca bagaimana membuat bom. Namun, bermaksud untuk menjelaskan secara umum bagaimana mekanisme sederhana ledakan bom itu bisa terjadi ditinjau secara kimia.

Dalam istilah kimia, reaksi peledakan ini dikenal dengan nama reaksi eksplosif. Reaksi eksplosif merupakan reaksi kimia yang berlangsung sangat cepat dan berlangsung dalam waktu sangat singkat. Reaksi eksplosif ini akan membebaskan sejumlah energi yang sangat besar. Dalam skala yang besar, reaksi ini mampu menghancurkan benda-benda yang berada dalam radius daya ledaknya. Reaksi inilah yang dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan ledakan bom.

Reaksi peledakan ini biasanya berlangsung dengan adanya katalis. Katalis inilah yang menyebabkan suatu reaksi kimia berlangsung dengan cepat. Katalis adalah suatu zat yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi tanpa memodifikasi perubahan energi gibbs standar dari suatu reaksi (Admin Alif, 2005).

Platina merupakan salah satu contoh katalis yang digunakan untuk mempercepat terjadinya reaksi antara hidrogen dan oksigen dalam fasa gas. Dari reaksi ini dapat menyebabkan ledakan.

Dari beberapa literatur, diketahui bahwa katalis dapat menghasilkan atom hidrogen dari molekul hidrogen dan atom ini akan menyebabkan terjadinya reaksi rantai yang sangat cepat.

Disamping katalis, reaksi peledakan juga bisa terjadi jika ada nyala api, seperti nyala dari korek api, dan sebagainya. Nyala api ini dapat menjadi pemicu terbentuknya radikal bebas. Dalam suatu mekanisme reaksi, radikal bebas ini dapat menyebabkan reaksi bercabang yang menghasilkan lebih dari satu radikal. Jika reaksi radikal ini terjadi dalam jumlah yang banyak, maka jumlah radikal bebas dalam suatu reaksi akan meningkat. Akhirnya reaksi akan berlangsung sangat cepat dan akan dibebaskan energi yang sangat besar. Selanjutnya terjadilah ledakan.

Albert Einstein pernah memperkenalkan kepada dunia mengenai hubungan antara energi dengan massa dan kecepatan suatu benda yang dikenal dengan persamaan E = M.C2. Jika kita hubungkan dengan reaksi peledakan diatas, didapatkan suatu kesimpulan bahwa suatu reaksi peledakan akan semakin besar jika massa reaktan (zat yang mengalami reaksi) digunakan dalam jumlah besar dengan adanya kecepatan yang sangat tinggi. Einstein mendefinisikan kecepatan disini adalah kecepatan cahaya yang dikuadratkan. Dari penggunaan tersebut terjadinya ledakan yang dasyat.

Dalam skala laboratorium reaksi peledakan ini pun bisa diuji-cobakan. Dari berbagai literatur, di laboratorium terdapat banyak sekali zat-zat kimia yang jika dicampur dapat menyebabkan terjadinya ledakan. Meski ledakan yang terjadi tergolong kecil, namun secara prinsip hampir sama reaksi ledakan lainnya dalam skala besar. Tinggal kita memperbesar konsentrasinya saja. Selanjutnya agar terjadi ledakan, maka ditambahkanlah katalis atau nyala api untuk mempercepat terjadinya reaksi atau pembentukan radikal bebas. Akibatnya akan membebaskan sejumlah energi yang besar.

Vulkanisasi Karet

Karet merupakan hasil bumi yang bila diolah dapat menghasilkan berbagai macam produk yang amat dibutuhkan dalam kehidupan. Teknologi karet sendiri semakin berkembang dan akan terus berkembang seiring berjalannya waktu dan akan semakin banyak produk yang dihasilkan dari industri ini. Ada dua jenis karet yang biasa digunakan dalam industri yaitu karet alam dan karet sintesis. Karet alam (natural rubber) merupakan air getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis, yang merupakan polimer alam dengan monomer isoprena, sedangkan karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi.

Saat ini jumlah produksi dan konsumsi karet alam jauh di bawah karet sintetis. Kedua jenis karet ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Karet alam memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna, memiliki plastisitas yang baik, tidak mudah panas dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan. Karet sintetis lebih tahan terhadap berbagai bahan kimia dan harganya relatif stabil. Contoh karet sintetis yang banyak digunakan yaitu styrene butadiene rubber (SBR)

Untuk mengubah sifat fisik dari karet dilakukan proses vulkanisasi. Vulkanisasi adalah proses pembentukan ikatan silang kimia dari rantai molekul yang berdiri sendiri, meningkatkan elastisitas dan menurunkan plastisitas. Suhu adalah faktor yang cukup penting dalam proses vulkanisasi, namun tanpa adanya panas pun karet tetap dapat divulkanisasi.

Proses Vulkanisasi

Sejak Goodyear melakukan percobaan memanaskan karet dengan sejumlah kecil sulfur, proses ini menjadi metode terbaik dan paling praktis untuk merubah sifat fisik dari karet. Proses ini disebut vulkanisasi. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada karet alam, namun juga pada karet sintetis. Telah diketahui pula bahwa baik panas maupun sulfur tidak menjadi faktor utama dari proses vulkanisasi. Karet dapat divulkanisasi atau mengalami proses curing tanpa adanya panas. Contohnya dengan bantuan sulfur klorida. Banyak pula bahan yang tidak mengandung sulfur tapi dapat memvulkanisasi karet. Bahan ini terbagi dua yaitu oxidizing agents seperti selenium, telurium dan peroksida organik. Serta sumber radikal bebas seperti akselerator, senyawa azo dan peroksida organik.

Banyak reaksi kimia yang berhubungan dengan vulkanisasi divariasikan, tetapi hanya melibatkan sedikit atom dari setiap molekul polimer. Definisi dari vulkanisasi dalam kaitannya dengan sifat fisik karet adalah setiap perlakuan yang menurunkan laju alir elastomer, meningkatkan tensile strength dan modulus serta preserve its extensibility. Meskipun vulkanisasi terjadi dengan adanya panas dan sulfur, proses itu tetap berlangsung secara lambat. Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan sejumlah kecil bahan organik atau anorganik yang disebut akselerator. Untuk mengoptimalkan kerjanya, akselerator membutuhkan bahan kimia lain yang dikenal sebagai aktivator, yang dapat berfungsi sebagai aktivator adalah oksida-oksida logam seperti ZnO.

Vulkanisasi dapat dibagi menjadi dua kategori, vulkanisasi nonsulfur dengan peroksida, senyawa nitro, kuinon atau senyawa azo sebagai curing agents; dan vulkanisasi dengan sulfur, selenium atau telurium.

Bahan-bahan tambahan

Akselerator : Hingga tahun 1900-an, vulkanisasi karet masih merupakan proses yang lambat, sehingga lebih banyak sulfur yang digunakan daripada jumlah optimumnya. Waktu curing beberapa jam, oleh karena itu dibutuhkan bahan yang mampu mempercepat proses vulkanisasi. Kalsium, magnesium atau seng oksida (akselerator anorganik) dapat mempercepat proses vulkanisasi. Industri karet mengalami perubahan besar ketika diperkenalkan akselerator organik untuk vulkanisasi. Diantaranya ialah senyawa-senyawa yang mengandung sulfur seperti tiourea, tiofenol, merkaptan, ditiokarbamat, tiuram disulfida ditambah akselerator nonsulfur seperti urea. Selain dengan cara mengawali pembentukan radikal bebas atau dengan mengikat proton, beberapa akselerator dapat bekerja dengan bantuan panas. Beberapa akselerator memerlukan aktivator dalam kerjanya.

Aktivator : Keberadaan oksida logam atau garam dari kalsium, seng atau magnesium diperlukan untuk mencapai efek penuh dari hampir semua jenis akselerator. Kelarutan dari bahan sangat penting. Oleh karena itu, oksida-oksida logam banyak digunakan bersama asam organik seperti asam stearat atau sabun dari logam yang digunakan (stearat, laurat). Disamping kebutuhan akan aktivator, dengan akselerator seperti merkaptobenzotiazol, adanya oksida logam menjadi sangat penting dalam menentukan jenis reaksi ikatan silang yang terjadi. Ikatan yang terbentuk adalah jembatan ion yang kuat yang terbentuk ketika vulkanisasi.

Bahan Pengisi (filler) : Vulkanisat dengan komposisi karet, sulfur, akselerator, aktivator dan asam organik relatif bersifat lembut. Nilainya dalam industri modern pun relatif rendah. Untuk memperbaiki nilai di industri perlu ditambahkan bahan pengisi. Penambahan ini meningkatkan sifat-sifat mekanik seperti tensile strength, stiffness, tear resistance, dan abrasion resistance. Bahan yang ditambahkan disebut reinforcing fillers dan perbaikan yang ditimbulkan disebut reinforcement. Hanya sedikit bahan pengisi yang bersifat memperbaiki satu atau dua sifat karet alam. Sementara yang lainnya melemahkan vulkanisat pada satu atau dua sifat. Bahan tersebut dikenal sebagai inert fillers. Kemampuan filler untuk memperbaiki sifat vulkanisat dipengaruhi oleh sifat alami filler, tipe elastomer dan jumlah filler yang digunakan. Komposisi kimia dari filler menentukan kemampuan kerja dari filler. Karbon hitam adalah filler yang paling efisien meskipun ukuran partikel, kondisi permukaan dan sifat lain dapat dikombinasikan secara luas. Sifat elastomer juga turut menentukan daya kerja dari filler. Bahan yang baik untuk memperbaiki sifat karet tertentu, belum tentu bekerja sama baiknya untuk jenis karet lain. Peningkatan jumlah filler menyebabkan perbaikan sifat vulkanisat. Karbon hitam adalah satu-satunya bahan murah yang dapat memperbaiki ketiga sifat penting vulkanisat yaitu tensile strength, tear resistance dan abrasion resistance.