Tampilkan postingan dengan label Iptek. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Iptek. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 05 April 2008

Astronom Temukan 10 Planet Baru


WASHINGTON - Para astronom berhasil menemukan 10 buah planet baru di luar sistem tata surya. Penemuan planet ini menambah jajaran planet baru di tata surya menjadi 270 buah.

Robot kamera bernama SuperWASP, Super Wide Area Search for Planets, ini dapat menangkap gambar planet yang lewat atau pun berputar sejenak di depan mereka. Cahaya dari planet tersebut terlihat cukup jelas ketika planet-planet tersebut tertangkap kamera. Dan para astronom dapat mengekstrapolasi ukuran dan lokasi dari planet tersebut.

Planet-planet tersebut memiliki ukuran yang cukup beragam. Ada yang berukuran setengah kali besar planet Jupiter hingga 8 kali ukuran Jupiter. Padahal Jupiter merupakan planet terbesar yang ada dalam sistem tata surya kita. Di antara planet tersebut ada salah satu yang sempat berdekatan dengan matahari. Saking dekatnya posisi planet tersebut dengan matahari sehingga panas yang berasal darinya mencapai 2300 derajat celsius.

Dilansir melalui Reuters, Kamis (3/4/2008), salah satu planet yang paling kecil di antara planet lainnya ditemukan dekat bintang HL Tau dengan menggunakan radio astronomi. Bintang ini hanya berjarak 100.000 tahun cahaya. Sangat kecil ketimbang matahari yang telah berusia 4.6 miliar tahun cahaya.

Tim ini terdiri dari berbagai astronom dari negara yang berbeda seperti Spanyol, Afrika Selatan, Arizona, Hawaii, Chili, Perancis, dan Australia.

5 Roket Buatan Indonesia Diujicobakan

BANTUL - Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI AL bekerjasama dengan Universitas Gajah Mada Yogyakarta melakukan uji labolatorium terhadap lima roket dengan bahan baku peluncur roket dari dalam negeri di Pantai Pandansimo, Bantul, Yogyakarta.

Dari lima roket, berukuran 1 inchi sebanyak 3 roket dan 2 roket berukuran 2 inci. Dalam uji coba tersebut tim uji coba memutuskan hanya dua roket yang diujicobakan dikarenakan ada permasalahan teknis pada longser yang dipakai untuk meluncurkan dua buah roket mengalami kerusakan dan akan diperbaiki di labolatorium terlebih dahulu.

Salah satu longser roket yang mengalami kerusakan bahkan longser yang terbuat dari besi tersebut? nyaris jatuh menimpa puluhan wartawan yang sejak awal peluncuran roket sudah mendekat pada lokasi peluncuran yang dilarang oleh panitia karena berbahaya.

"Nah benar berbahaya, kan! Untung besi tadi tidak mengenai anda. Kalau terkena bisa ndak liputan lagi," ujar salah seorang petugas TNI AL yang sejak tadi mengingatkan wartawan untuk tidak mendekat pada lokasi peluncuran roket.

Kolonel Laut Elektro Maxi Samson dari Tim Peneliti kepada wartawan menyatakan bahwa peluncuran roket ini hanya bentuk uji skala kerjasama antara Dislitbangal dengan UGM telah menemukan bahan baku dalam negeri yang bisa olah dilabolatorium untuk bahan baku yang salah satunya bisa digunakan untuk kepentingan pertahanan.

"Bahan baku yang digunakan adalah bahan yang bisa diproses salah satunya menjadi aspal, namun dapat juga diproses menjadi bahan baku pendorong roket," ujarnya.

Uji coba dengan 2 roket dari 5 roket yang direncanakan dinilai tidak gagal karena hanya menguji bahan baku dalam negeri tersebut salah satunya dapat digunakan untuk bahan baku peluncur roket.

"Bahan lain yang telah dgunakan untuk peluncur roket berasal dari luar negeri, namanya saya kurang tahu pasti. Namun peluncuran roket oleh LAPAN beberapa waktu lalu itu yang menggunakan bahan baku yang masih didatangkan dari luar negeri," terangnya.

Peluncuran roket kerjasama Dislitbangal TNI AL dan UGM Yogyakarta yang dimulai pukul 13.50 WIB juga mendapatkan antusiasme dari masyarakat sekitar Pantai Pandansimo, Bantul. Ratusan warga berdatangan untuk menyaksikan peluncuran roket sehingga petugas cukup kerepotan untuk mengatur mereka agar menjauh dari lokasi peluncuran karena sangat berbahaya.

Kamis, 03 April 2008

Setahun LAPAN-TUBSAT di Orbit

BOGOR -- Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) merayakan setahun satelit mikronya berada di orbit. Selain memperkaya data satelit di tanah air, Satelit Lapan-Technische Universitat Berlin (Lapan-Tubsat) berhasil mendorong para peneliti Indonesia menguasai sejumlah subsistem utama satelit.
"Ini membuktikan bahwa para peneliti Indonesia mampu merancang bangun satelit dengan keandalan tinggi," kata Kepala Lapan Adi Sadewo Salatun ketika membuka "Seminar Satu Tahun Satelit Lapan-Tubsat Beroperasi di Orbit dan Pengembangan Satelit Berikutnya" di IPB International Convention Center, Botani Square, kemarin.

Satelit mikro berbobot 57 kilogram Lapan-Tubsat dirakit dan diuji oleh insinyur-insinyur Indonesia di Berlin, Jerman. Satelit ini meluncur ke orbit polarnya setinggi 630 kilometer dengan menumpang roket India pada 10 Januari 2007. Sempat menjalani pengujian di orbit selama tiga bulan, Lapan-Tubsat kini terbiasa memasok gambar-gambar video resolusi 5 meter dan 200 meter yang diinginkan.

Seluruh data gambar video yang dihasilkan, seperti Bandara Changi di Singapura serta Gunung Merapi dan Bromo di Pulau Jawa, dikonversi menjadi data digital dan dikoreksi secara geometris hingga menghasilkan peta-peta tematik. "Satu tahun ini bukan hanya memberi pengalaman soal mengolah hasil, tapi juga kontak dengan negara-negara lain di forum Internasional Telecommunication Union untuk pengurusan frekuensi, bernegosiasi dengan Lembaga Antariksa India, dan ini yang terpenting, pengalaman engineering," katanya.

Khusus untuk yang terakhir, Adi menyebutkan, di antaranya keberhasilan pemeliharaan panel surya satelit, penanganan kapasitor yang mudah meledak, dan merawat roda momentum yang gampang macet. "Mudah-mudahan satu tahun lagi masih survive," katanya.

Berdasarkan pengalaman dengan Lapan-Tubsat, dalam seminar itu pula Adi dan para insinyurnya mengumumkan rencana berikutnya untuk membuat satelit mikro yang lebih maju, bukan lagi di Jerman, melainkan di Indonesia. Satelit yang akan didesain memiliki sistem navigasi sendiri itu dicita-citakan bisa meluncur ke orbit ekuatorial pada 2010. "Kalau tidak mungkin empat sekaligus sebagai sebuah konstelasi, kami akan bikin satu dulu untuk membuktikan bahwa kami bias membuatnya," kata Adi menyinggung terbatasnya dana riset yang didapat instansinya.

PENGAMATAN AKTIVITAS MATAHARI DAN CUACA ANTARIKSA

Bilangan sunspot
Aktivitas matahari bervariasi dengan periode sekitar 11 tahun. Aktivitas matahari antara lain ditunjukkan oleh kemunculan bintik matahari (sunspot) di permukaannya. Umumnya bintik matahari muncul dalam satu kelompok (grup). Makin banyak bintik yang muncul di permukaan matahari, maka tingkat aktivitas matahari dikatakan makin tinggi, dan sebaliknya. Bilangan sunspot adalah parameter yang digunakan untuk menyatakan tingkat aktivitas matahari. Bilangan sunspot (R) dihitung sebagai berikut:

R = k(10g + f)

dimana :
k adalah faktor koreksi (tergantung pada pengamat dan peralatan)
g adalah banyaknya grup bintik yang muncul di permukaan matahari
f adalah banyaknya bintik individu

Pengamatan Matahari
Untuk mengetahui aktivitas matahari, perlu dilakukan pengamatan. Di LAPAN Bandung pengamatan dilakukan dengan menggunakan teleskop Celestron NextStar 8i, yang mempunyai diameter selebar 8 inchi dan menggunakan filter ND5 yang bisa mereduksi intensitas sinar matahari sebesar 105 kali. Pemotretan dilakukan dengan menggunakan kamera digital Nikon Coolpix 5400.Untuk mengetahui aktivitas matahari minggu ini click disini

Cuaca Antariksa
Menggambarkan kondisi di antariksa yang mempengaruhi Bumi dan sistem teknologinya. Cuaca antariksa adalah sebagai akibat dari perilaku matahari, sifat dari medan magnetik Bumi, dan lokasi kita dalam tata surya kita (solar system.)". Cuaca Antariksa terkait dengan kondisi pada matahari, angin surya, magnetosfer dan ionosfer, dan termosfer yang dapat mempengaruhi kinerja dan keandalan sistem teknologi yang berada di antariksa dan landas bumi. Dalam tata surya, cuaca antariksa sangat dipengaruhi oleh kecepatan dan kerapatan angin surya (solar wind) dan medan magnetik antarplanet (interplanetary magnetic field (IMF) yang dibawa oleh plasma angin surya. Variasi fenomena fisis yang terkait dengan cuaca antariksa, termasuk badai geomagnetik (geomagnetic storms) dan substorms, memberikan energi pada Van Allen radiation belts, gangguan-gangguan ionosfer dan scintilasi, aurora dan arus induksi geomagnetik (geomagnetically induced currents) di permukaan Bumi.

Berbagai Aktivitas matahariseperti sunspot, flare, prominensi dan filamen, Coronal Mass Ejections(CME) dan kaitannya dengan gelombang kejut (shock waves) juga penting menggerakkan cuaca antariksa yang dapat menekan magnetosfer dan memicu terjadinya badai geomagnetik. Partikel-partikel energetik matahari (Solar energetic particles), dipercepat oleh coronal mass ejections (CME) atau flare matahari (solar flares).

Cuaca antariksa mempengaruhi kinerja dan keandalan sistem teknologi yang berada di antariksa dan landas bumi. Variasi fenomena fisis yang terkait dengan cuaca antariksa seperti badai geomagnetik (geomagnetic storms) dan substorms, memberikan energi pada Van Allen radiation belts sehingga dapat menimbulkan aurora, arus induksi geomagnetik (geomagnetically induced currents) di permukaan bumi, serta perubahan kondisi ionosfer yang dapat menyebabkan gangguan komunikasi dan navigasi

KONDISI IONOSFER REGIONAL INDONESIA

Koreksi Ionosfer Model Klobuchar
Propagasi gelombang radio yang dipancarkan dari satelit ketika melewati ionosfer bumi akan mengalami perubahan akibat sifat medium dispersif ionosfer, selengkapnya
[Data model klobuchar]

TEC (Total Electron Content)
Propagasi gelombang radio melalui ionosfer akan mengalami delay time sebagai akibat dari keterkaitannya dengan electron bebas di ionosfer. Delay time ini dikarakteristikan oleh total electron content (TEC) ionosfer yang merupakan fungsi dari variable-variabel seperti lokasi geografis, waktu local, musim, radiasi eksrim UV (Ultra Violet) dan aktivitas medan magnet, selengkapnya
[Data Pengamatan]

f0F2 dan hmF2
Frekuensi kritis lapisan ionosfer (f0F2) dan ketinggiannya (hmF2) adalah dua parameter lapisan ionosfer yang berkaitan dengan frekuensi kerja maksimum (Maximum Usable Frequency, MUF). Misalkan dua stasiun radio berjarak d kilometer dan dari peta diketahui f0F2 dan hmF2 di titik tengahnya, maka MUF dapat dihitung menggunakan rumus pendekatan berikut :



Rumus di atas digunakan dengan mengabaikan faktor kelengkungan permukaan bumi. engan melihat variasi f0F2 dan hmF2 secara spasial (terhadap lintang dan bujur) maupun temporal (terhadap waktu), maka dapat diketahui variasi MUF secara spasial dan temporal pula. Warna merah menunjukkan nilai kedua parameter tersebut lebih tinggi dan warna biru menujukkan nilai yang lebih rendah. selain itu, variasi (temporal) f0F2 jangka menengah dan panjang dapat digunakan sebagai indikasi respon lapisan ionosfer terhadap perubahan aktivitas matahari.