
Marie Felicia baru berumur empat tahun, tapi dia sudah mengenal beberapa penerima Nobel Fisika. Bahkan dia punya lelucon yang belum tentu anak sebayanya dapat mengerti, "Di dunia ini ada tiga orang Marie yang pernah menerima hadiah Nobel. Yang pertama, Marie Curie, kemudian Marie (Maria) Goeppert Mayer. Yang ketiga? Ya, Marie Felicia, putrinya Yohanes Surya, he...he...he..."[1] Putri kedua Dr. Yohanes Surya ini sejak kecil telah mengenal bidang ilmu yang dicintai dan digeluti ayahnya. Bahkan kakaknya Chrisanthy Rebecca (umur 12) sudah bercita-cita menjadi fisikawati. Ayah kedua putri ini memang cukup terkenal di belantara pendidikan tanah air. Sejak dari waktu berkuliah pasca sarjana di AS, dia dan seorang rekannya telah membidani kelahiran Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) untuk ikut serta di ajang kompetisi prestisius Olimpiade Fisika Internasional (OFI). Sejak pertama kali ikut di tahun 1993, TOFI telah meraih beberapa medali, yang mencapai puncaknya di tahun 1999, ketika satu anggota TOFI, I Made Agus Wirawan berhasil meraih Medali Emas, emas pertama bagi TOFI. Ketika Indonesia diberi kehormatan untuk menjadi penyelenggara OFI ke-33 tahun 2002, TOFI berhasil menyabet tiga emas (dari total 20 yg diperebutkan), satu perak, dan satu perunggu.
Tapi cita-cita Pak Yo (sebutan akrab Dr. Yohanes Surya), tidak berhenti di sini. Pak Yo bermimpi mencetak peraih hadiah Nobel dari Indonesia. Strateginya adalah dengan mencetak sebanyak-banyaknya SDM berkualitas sebagai pemenang OFI dan memberikan peluang kepada mereka untuk kuliah di manca negara dengan beasiswa. Diharapkan mereka dapat mendalami ilmu fisika dan bekerja menjadi asisten para peraih Nobel Fisika sehingga cara berpikir mereka juga seperti para Nobel Laurates. Di tahun berapa pak Yo mencanangkan Indonesia menerima penghargaan Nobel? Tahun 2020, katanya lagi mantap.
Sebenarnya strategi pak Yo kurang lebih sejalan dengan resep yang diberikan oleh Burton Feldman, pengarang buku The Nobel Prize: A History of Genius, Controversy and Prestige. Setelah melakukan penelitian mengenai sejarah penghargaan Nobel dan para penerimanya, Feldman memberikan catatan berikut ini bagi siapa saja yang ingin meningkatkan peluangnya meraih penghargaan Nobel di bidang sains (Fisika, Kimia atau Kedokteran):[2]
1. Kalau bukan berasal dari ketiga negara berikut, maka datanglah atau berimigrasi ke sana: AS, Inggris dan Jerman. Peraih Nobel asal ketiga negara ini atau yang melakukan penelitian di ketiga negara ini masih mendominasi hadiah Nobel.
2. Menjadi seorang "jenius" tidak menjamin penghargaan Nobel. Banyak yang memiliki kejeniusan, seperti Dmitri Mendeleev untuk Kimia atau Robert Oppenheimer untuk Fisika tidak pernah mendapat hadiah Nobel. Sebaliknya banyak yang tidak jenius yang menang. 3.Kadang-kadang terlalu jenius juga susah. Lars Onsager tertunda 40 tahun sebelum akhirnya mendapat Nobel Kimia karena matematika yang dia pakai kelewat sulit untuk dimengerti para anggota Komite Nobel.
4. Kuliah di perguruan tinggi yang prestisius karena mahasiswa-mahasiswanya distimulasi dari dini untuk berlomba menuju Stockholm.
5. Melakukan riset di bidang-bidang yang penting bagi Komite Nobel. Untuk terjun dalam hal ini, maka Anda harus tahu di mana penelitian-penelitian kelas dunia dan riset-riset terdepan dan mutakhir dilakukan. Ini dapat dicapai dengan cara bekerja di laboratorium-laboratorium dan fakultas-fakultas universitas kelas kakap. Di tempat-tempat seperti ini, kolega-kolega anda biasanya dapat memberikan saran-saran atau bahkan petunjuk-petunjuk yang mengarah kepada penyelesaian suatu masalah yang rumit. Tapi harap diingat, atmosfir di tempat seperti ini biasanya diselubungi persaingan yang super ketat.
5. Keuletan amat sangat dibutuhkan, begitu juga keuntungan (luck) seseorang.
6. Cari seorang pembimbing yang baik, yang mau mengajar, memberikan banyak inspirasi, menyarankan ide-ide dan yang memiliki jaringan luas dengan komunitas sains yang didalami (dalam hal ini juga memiliki akses ke Komite Nobel). Seseorang bukannya tidak mungkin untuk sukses tanpa mentor. Albert Einstein atau Robert Woodward contohnya. Tapi jika anda mempunyai pilihan, carilah mentor yang baik. Rutherford jadi mentor Niels Bohr, Bohr jadi mentornya Heisenberg. Semuanya peraih Nobel. James Watson sangat beruntung dapat Salvador Luria sebagai mentor, yang menjadikan dia bagian dari grup kecil biologi molekular yang memiliki pengaruh sangat besar. Tapi perlu diingat, seorang mentor juga dapat mengintimidasi Anda.
7. Kesemuanya ini belum tentu dapat membuahkan sebuah penghargaan Nobel. Perlu nominasi dari orang-orang lain dan juga perhatian dari Komite Nobel. Walaupun komite ini bekerja secara sangat rahasia, mereka biasanya mengikuti perkembangan para elit ilmuwan di dunia.
8. Untuk meraih penghargaan Nobel, biasanya seseorang juga telah mendapatkan hadiah-hadiah prestisius lainnya sebelumnya. Dengan begini, para anggota Komite Nobel melihat dan juga mengenal calon-calon penerima Nobel.
9. Yang terakhir, karena kita tidak tahu dengan pasti kapan Komite Nobel akan menganugerahkan hadiah ini, saran yang terakhir adalah: hidup berumur panjang. Tidak jarang penerima Nobel adalah gaek-gaek yang berumur 70an atau 80an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar